Nama : Adetia Rahmat Ramadhan
NPM : 10213167
Kelas : 4EA18
Resume Kelompok 5
Jenis Pasar, Latar Belakang
Monopoli, Etika Dalam Pasar Kompetitif
Pasar Monopoli
Semua bentuk pasar yang bukan persaingan sempurna,
dinamakan bentuk pasar persaingan tidak sempurna (imperfect competition)
yang mempunyai berbagai bentuk : monopoli-monopsoni, duopoli-duopsoni,
oligopoli-oligopsoni, dan persaingan monopolistik.
·
Pasar
monopoli adalah suatu bentuk pasar dimana hanya terdapat satu penjual saja
(penjual tunggal) bebas menentukan harga.
·
Penjual
sebagai penentu harga (price setter) dan pembeli sebagai price taker.
Faktor-faktor penyebab terbentuknya pasar monopoli :
- Teknologi tinggi
- Modal tinggi
- Peraturan pemerintah / undang – undang
- Produk sangat spesifik
Monopoli dan Dimensi Etika Bisnis
Dari
sisi etika bisnis, pasar monopoli dianggap kurang baik dalam mencapai
nilai-nilai moral karena pasar monopoli tak teregulasi tidak mampu mencapai
ketiga nilai keadilan kapitalis, efisiensi ekonomi dan juga tidak menghargai
hak-hak negatif yang dicapai dalam persaingan sempurna
- Etika di dalam Pasar Kompetitif
Pertama, dalam sebuah sempurna pasar yang
kompetitif, pembeli dan penjual bebas untuk memasuki atau
meninggalkan pasar sebagai mereka pilih. Artinya, individu tidak dipaksa
atau dilarang untuk berkecimpung dalam bisnis tertentu, asalkan mereka memiliki
keahlian dan sumber daya keuangan yang diperlukan.
Kedua, di sempurna pasar bebas yang kompetitif, semua
bursa sepenuhnya sukarela. Artinya, peserta tidak dipaksa untuk membeli
atau menjual apapun selain dari apa yang mereka secara bebas dan sadar
persetujuan untuk membeli atau menjual.
Ketiga, tidak ada penjual tunggal atau pembeli sehingga akan
mendominasi pasar yang ia mampu memaksa orang lain untuk menerima syaratnya
atau pergi tanpa. Di pasar ini, kekuatan industri adalah desentralisasi
antara perusahaan banyak sehingga harga dan kuantitas tidak tergantung pada
kehendak satu atau beberapa usaha. Singkatnya, sempurna pasar bebas
kompetitif mewujudkan hak negatif dari kebebasan dari paksaan.
Dengan
demikian, mereka sempurna moral dalam tiga hal penting yaitu :
(a)
Setiap terus menerus menetapkan bentuk kapitalis keadilan.
(b) Bersama-sama
mereka memaksimalkan utilitas dalam bentuk efisiensi pasar.
(c) Masing-masing
hal-hal penting hak-hak negatif tertentu dari pembeli dan penjual.
Tidak
ada penjual tunggal atau pembeli dapat mendominasi pasar yang lain dan memaksa
untuk menerima syaratnya. Jadi, kebebasan kesempatan, persetujuan, dan
kebebasan dari paksaan semua dipertahankan dalam sistem ini.
- Kompetisi pada Pasar Ekonomi Global
Pasar
global merupakan pasar berskala dunia yang terbuka bagi seluruh pelaku usaha.
Pasar global mengalami perkembangan yang pesat belakangan ini karena beberapa
faktor yaitu adanya beberapa negara industri yang mampu menghasilkan produk
berkualitas dengan harga murah, misalnya China dan Taiwan.
Adanya kompetisi global, memberikan dorongan pada
usaha-usaha di Indonesia untuk tetap eksis di tengah persaingan dunia.
Faktor-faktor yang sebenarnya dapat menjadi daya, atau kemampuan, bagi
Indonesia untuk bersaing dalam kompetisi pasar global, antara lain faktor
sumber daya manusia dan faktor produktivitas dan efisiensi.
Resume Kelompok 6
Perspektif Etika
Bisnis Dalam Ajaran Islam dan Barat, Etika Profesi
- Beberapa Aspek Etika Bisnis dalam Islami
- Kesatuan
Dalam
hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang
memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep
konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka islam
menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas
dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun
horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
- Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam
sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat
curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan.
Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau
menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis
pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah
kepercayaan.
- Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan
merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu
tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak
adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya
dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya. Kecenderungan manusia untuk
terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan
adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak
dan sedekah.
- Tanggung Jawab (Responsibility)
Kebebasan
tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak
menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan
keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara
logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan
mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas
semua yang dilakukannya.
- Kebenaran
Kebenaran
dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan,
mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis
kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi
proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip
kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif
terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi,
kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
- Teori Ethical Egoism
Dalam
teori ini memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai keinginan
individu yang bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa barang/kekayaan,
bisa pula berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik atau apapun
yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.
- Teori Relativisme
Teori
ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban etika tergantung dari
situasinya. Dasar pemikiran ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk
menentukan perbuatan etis. Setiap individu menggunakan kriterianya
masing-masing dan berbeda setiap budaya atau negara.
- Konsep Deontology
Deontologi
berasal dari kata deon yang berarti tugas atau kewajiban. Apabila sesuatu
dilakukan berdasarkan kewajiban, maka ia melepaskan sama sekali moralitas dari
konsekuensi perbuatannya. Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini
mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan
prinsip-prinsip universal, bukan “hasil” atau “konsekuensi” seperti yang ada
dalam teori teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti
suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik. Dalam teori ini
terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan (Virtue Ethics).
Pengertian Profesi
Definisi
yang sangat luas, profesi adalah sebuah pekerjaan yang secara khusus dipilih,
dilakukan dengan konsisten, kontinu ditekuni, sehingga orang bisa menyebut
kalau dia memang berprofesi di bidang tersebut. Definisi lebih sempit, profesi
adalah pekerjaan yang ditandai oleh pendidikan dan keterampilan khusus.
Sedangkan definisi yang lebih khusus lagi, profesi ditandai oleh tiga unsur penting
yaitu pekerjaan, pendidikan atau keterampilan khusus, dan adanya komitmen
moral/nilai-nilai etis.
- Kode Etik
Kode
etik adalah suatu sistem norma, nilai & juga aturan profesional tertulis
yang secara tegas menyatakan apa yang benar & baik & apa yang tidak
benar & tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa
saja yang benar / salah, perbuatan apa yang harus dilakukan & perbuatan apa
yang harus dihindari. Atau secara singkatnya definisi kode etik yaitu suatu
pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis ketika melakukan suatu kegiatan /
suatu pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan / tata cara sebagai pedoman
berperilaku.
- Prinsip Etika Profesi
- Prinsip Tanggung Jawab
Yaitu
salah satu prinsip pokok bagi kaum profesional. Karena orang yang professional
sudah dengan sendirinya berarti bertanggung jawab atas profesi yang
dimilikinya. Dalam melaksanakan tugasnya dia akan bertanggung jawab dan akan
melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin, dan dengan standar diatas rata-rata,
dengan hasil maksimal serta mutu yang terbaik.
2. Prinsip Keadilan
- Yaitu prinsip yang menuntut orang yang professional agar dalam melaksanakan profesinya tidak akan merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam kaitannya dengan profesi yang dimilikinya.
3.
Prinsip Otonomi
Yaitu
prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia luar agar
mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya
hal ini merupakan konsekuensi dari hakekat profesi itu sendiri. Karena hanya
mereka yang professional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh
ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut.
4. Prinsip Integritas Moral
Yaitu
prinsip yang berdasarkan pada hakekat dan ciri-ciri profesi di atas, terlihat
jelas bahwa orang yang professional adalah juga orang yang mempunyai integritas
pribadi atau moral yang tinggi. Oleh karena itu mereka mempunyai komitmen
pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan
orang lain maupun masyarakat luas.
Resume Kelompok 7
Pengertian Budaya Organisasi Dan
Perusahaan, Hubungan Budaya Dan Etika, Kendala Dalam Mewujudkan Kinerja
Bisnis Etis
A. Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah sebuah
sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu
organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah
sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Penelitian menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang secara
keseluruhan, merupakan hakikat budaya organisasi.
B. Fungsi Budaya Organisasi
1) Sebagai penentu batas-batas perilaku
dalam arti menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, apa yang
dipandang baik atau tidak baik, menentukan yang benar dan yang salah.\
2) Menumbuhkan jati diri suatu
organisasi dan para anggotanya.
3) Menumbuhkan komitmen sepada
kepentingan bersama di atas kepentingan individual atau kelompok sendiri.
4) Sebagai tali pengikat bagi seluruh
anggota organisasi.
5) Sebagai alat pengendali perilaku
para anggota organisasi yang bersangkutan.
C. Pedoman Tingkah Laku
Antara manusia dan kebudayaan
terjalin hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick
Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hampir semua
tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya
naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian
prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan
dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses
internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.
D. Hubungan Etika Dan Budaya
Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang
menyangkut benar-salah, baik-buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis terdapat
pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja, dan etika perorangan, yang
menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan, karyawan dan
lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan
sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain
atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan
karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
E. Pengaruh Etika Terhadap Budaya
Etika seseorang dan etika bisnis
adalah satu kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku
antar individu maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang
akan berpengaruh terhadap budaya perusahaan. Jika etika menjadi nilai dan
keyakinan yang terinternalisasi dalam budayau perusahaan, maka akan berpotensi
menjadi dasar kekuatan perusahaan dan akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus
dalam peningkatan kinerja karyawan.
Terdapat
pengaruh yang signifikan antara etika seseorang dariu tingkatan manajer
terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan keputusan. Kemampuan seorang
profesional untuk dapat mengerti dan pekau terhadap adanya masalah etika dalam
profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sosial budaya, dan masyarakat
dimana dia berada. Budaya perusahaan memberikan sumbangan yang sangat
berartiu terhadap perilaku etis. Perusahaan akan menjadi lebih baik jika mereka
membudayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
F. Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis yang Etis
Mentalitas
para pelaku bisnis, terutama top management yang secara moral rendah, sehingga
berdampak pada seluruh kinerja Bisnis. Perilaku perusahaan yang etis biasanya
banyak bergantung pada kinerja top management, karena kepatuhan pada aturan itu
berjenjang dari mulai atas ke tingkat bawah. Kendala dalam Mewujudkan Kinerja
Bisnis yang Etis, yaitu :
1 - Faktor budaya masyarakat yang
cenderung memandang pekerjaan bisnis sebagai profesi yang penuh dengan tipu
muslihat dan keserakahan serta bekerja mencari untung.
2 - Faktor sistem politik dan sistem
kekuasaan yang diterapkan oleh penguasa sehingga menciptakan sistem ekonomi
yang jauh dari nilai-nilai moral. Hal ini dapat terlihat dalam bentuk KKN.
Hubungan Perusahaan dengan Stakeholder, Lintas Budaya dan Pola Hidup, Audit Sosial
A.
BENTUK STAKEHOLDER
Ada
dua bentuk utama stakeholder dalam bisnis, yaitu
- Stakeholder primer
Stakeholder
primer adalah pihak dimana tanpa partisipasinya yang berkelanjutan organisasi
tidak dapat bertahan.
Contohnya
Pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan
pesaing atau rekanan. Menurut Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat
didefinisikan sebagai suatu system stakeholder primer yang merupakan rangkaian
kompleks hubungan antara kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak,
tujuan, harapan, dan tanggung jawab yang berbeda. Perusahaan ini juga harus
menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok ini.
- Stakeholder sekunder
Stakeholder
sekunder adalah pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi
mereka tidak terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu
penting untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Contohnya
Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok
pendukung, masyarakat. Perusahaan tidak bergantung pada kelompok ini untuk
kelangsungan hidupnya, tapi mereka bisa mempengaruhi kinerja perusahaan dengan
mengganggu kelancaran bisnis perusahaan. Pemerintah setempat, pemerintah asing,
kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat.
B.
STEREOTYPE, PREJUDICE, STIGMA SOSIAL
Perusahaan
pada dasarnya adalah suatu bentuk organisasi dengan kebudayaan yang spesifik
yang hanya di miliki oleh perusahaan yang bersangkutan sehingga angota –
anggota korporasi tersebut yang juga anggota sebuah komunitas.
Dalam
kaitannya dengan perbedaan budaya da pola hidup yang ada sebagai lingkungan
perusahaan yang bersangkutan, maka masalah akulturasi menjadi hal yang penting
di perhatikan. Akulturasi atau dalam arti percampuran budaya antara satu
komnitas dengan komunitas lain dapat terjadi ketika anggota komunitas melakukan
interaksi sosial yang intensif.
Penyebaran
pengetahuan budaya dari satu kelompok sosial (termasuk di dalamnya perusahaan)
kepada perusahaan lainya mengandung pengaruh dari kebudayaan tertentu, sehingga
diffusi (Pengaruh) ini dapat menjadi pengetahuan bagi kelompok lainnya.
Dapat
kita identifikasi bahwa dominasi pengaruh global lebih kuat dari pada budaya
komunitas indonesia itu sendiri. Penggunaan budaya dominan akan semakin sering
kita akulturasi budaya terus berjalan dengan baik, kekuatan pengaruh budaya
semakin dapat menjadikan budaya yang dominan sebagai acuan untuk bertindak dan
bertingkah laku.
Lintas
budaya menjadi suatu proses yang umum terjadi, hal ini karena komunikasi sangat
mudah terjangkau, dan interaksi antar kelompok yang berbeda sangat mudah
terjadi. Oleh karena itu segala kegiatan yang menjadi dasar bagi aktivitas
perusahaan yang mengandung proses lintas budaya.
Perbedaan
pola hidup akan menjadi suatu hambatan bagi berjalannya korporasi, masalah –
masalah intern pegawai atau anggota korporasi dapat juga menjadi kendala.
Biasanya pegawai yang berasal dari penduduk lokal sering diidentikan dengan
orang yang malas–malas, tidak mau maju, dsb. Memungkinkan perlunya suatu usaha
untuk melakukan monitoring, evaluasi dan audit sosial terhadap berjalannya
korporasi yang di lakukan oleh orang tertentu yang memang berkeahlian di bidang
tersebut.
Dalam
interaksi sosial akan muncul di dalamnya identitas yang mencirikan golongan
sosial dari individu yang bersangkutan berupa atribut – atribut/ciri – ciri,
tanda, gaya bicara yang membedakan dengan atribut dari sukubangsa. Hubungan
antar sukubangsa yang ada dalam wilayah cenderung mengarah pada penguasaan,
maka akan muncul stereotype, prejudice, dan stigma social.
- Stereotype adalah anggapan satu golongan terhadap golongan lainnya dan biasanya anggapan ini berkaitan dengan keburukan – keburukan kelompok lain.
- Prejudice merupakan prasangka dari golongan satu terhadap golongan lainnya.
- Stigma adalah suatu penilaian dari satu golongan terhadap golongan lainnya untuk ber hati – hati dan kalau bisa tidak berhubungan dengan golongan lain tersebut.
Stereotype,
prejudice dan stigma sosial muncul karena pengalaman seorang individu dari
golongan satu terhadap golongan lainnya dan kemudian individu tersebut
mengabarkan pengalamannya tersebut. Akibat dari pengetahuan tentang sukubangsa
lain dari golongan sosial lain akan dipakai sebagai referensi dalam
pengetahuan budayanya untuk beradaptasi dengan dengan suku bangsa lain.
C. MENGAPA
PERUSAHAAN HARUS BERTANGGUNGJAWAB
Dalam
perkembangan industry di dunia, negara–negara utara ternyata lebih maju dalam
percepatan kemakmuran dari komunitasnya dan ini sangat di rasakan oleh
negara–negara selatan yang notabene adalah Negara-negara penghasil. Kemudian
ditelaah bahwa terjadi trickle-down effect yang artinya bahwa hasil-hasil
pembangunan bagi Negara-negara selatan lebih banyak di nikmati oleh beberapa
gelintir orang dari kelas-kelas tertentu saja sehingga lebih banyak
menyengsarakan sebagian besar individu dari komunitas kelas di bawahnya.
Dalam
pertemuan di Rio de Janeiro di rumuskan adanya pembangunan yang berkelanjutan
yang mencakup keberlanjutan ekonomi dan keber lanjutan lingkungan. Dalam
pertemuan Yohannesburg mengisyaratkan adanya suatu visi yang sama yaitu di
munculkan konsep social sustainability, yang mengaringi dua aspek sebelumnya
(economic dan environment sustainability). Ketiga aspek ini menjadi patokan
bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya (Corporate Social
Responsibility).
Dalam
kenyataan, masih banyak terdapat kesimpangsiuran terdapat kesimpangsiuran dari
penerapan ketiga konsep tersebut dan bahkan cenderung saling tumpang tindih dan
bertolak belakang. Maksudnya adalah ketika menerapkan kebijakan ekonomi dan
lingkungan akan tergantung pada kebijakan social dari kelompok tertentu,
sehingga tampak adanya ketidak serasian antara negara satu dengan negara
lainnya dalam menerapkan kebijakan tersebut dan bahkan antara komunitas satu
dengan komunitas lainnya dalam satu negara mengalami perbedaan pemahaman, sehingga
di perlukan adanya kerja sama antar stakeholder.
Pembangunan
yang berkelanjutan, yang artinya memenuhi kebutuhan saat ini dengan mengusahan
keberlanjutan pemenuhan kebutuhan bagi generasi selanjutnya. Masalahnya adalah
dalam penerapan ketiga aspek pembangunan berkelanjutan memang secara teoritis
dapat “Mengeram” kerusakan lingkungan dengan adanya aspek social
sustainability.
Sustainable
development menjadi di anggap sesuatu yang maya atau utopia atau sesuatu yang
bersifat teori saja tanpa dapat di implementasikan. Ini semua di sebabkan
karena terabaikannya aspek yang mendasar yaitu manusia (Human) dan komunitas
(People). Dalam World Summit yang lalu, yang di pokuskan adalah kemiskinan
(Koperti), tetapi tidak melihat pada akar permasalahannya karena di bahas
melalui pendekatan makro dan bukan mikro.
Sustainable
development tidak akan berjalan denga baik apabila tidak memperhatikan aspek
kemanusiaannya (Human) dalam konsep sustainable future ini selain dari ketiga
aspek (Ekonomi, Sosial dan Lingkungan) di perlukan satu aspek internal yaitu
aspek keberlanjutan manusia (Human Sustainability) dalam human sustainability
yang di maksud adalah peningkatan kualitas manusia secara etika seperti
pendidikan, kesehatan, rasa empati, saling menghargai dan kenyamanan yang
terangkum dalam tiga kapasitas yaitu spiritual, emosional dan intelektual.
Keberlanjutan
dalam bidang ekonomi, lingkungan dan sosial dapat di lakukan oleh korporsi yang
mempunyai kebudayaan perusahaan sebagai suatu bentuk tanggung jawab sosial
perusahaan (Corporate social Responsibility) Corporate social responsibility
dapat di pahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi
secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan
peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan
komunitas secara lebih luas (Sankat, Clemen K, 2002). Pengertian ini sama
dengan apa yang telah di telorkan oleh The World Business Council For
Sustainable Development (WBCSD) yaitu komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan bekerja dengan para karyawan perusahaan,
keluarga, karyawan tersebut, berikut komunitas-komunitas tempat (Lokal) dan
komunitas secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
Kegiatan
program yang di lakukan oleh perusahaan dalam konteks tanggung jawab sosialnya
dapat di katagorisasi dalam tiga bentuk:
- Public Relations
Usaha
untuk menanamkan persepsi positif kepada komunitas tentang kegiatan yang di
lakukan oleh perusahaan.
Contoh
dalam koteks Public Relations adalah program “Couse Related Marketing” yang di
jalankan oleh sebuah perusahaan pakaian.
- Strategi Defensif
Usaha
yang di lakukan oleh perusahaan guna menangkis tanggapan negatif komunitas luas
yang sudah tertanam terhadap kegiatan perushaan terhadap karyawannya, dan
biasanya untuk melawan “Serangan” negatif dari anggapan komunitas atau
komunitas yang sudah terlanjur berkembang.
Contoh
kajian Pricewaterhouse Cooper tentang program CSR, di temukan bahwa sejumlah
perusahaan menjalankan CSR karena ingin menghindari konsekuensi negatif dari
publisitas yang buruk.
- Keinginan Tulus Untuk Melakukan Kegiatan Yang Baik yang Benar – benar berasal dari visi perusahaan itu.
Melakukan
program untuk kebutuhan komunitas atau komunitas sekitar perusahaan atau
kegiatan perusahaan yang berbeda dari hasil perusahaan itu sendiri.
Contoh
seperti tindakan perusahaan sepatu dengan memberikan obat – obatan kepada
mereka yang membutuhkan.
D.
KOMUNITAS INDONESIA DAN ETIKA BISNIS
Indonesia
memerlukan suatu bentuk etika bisnis yang sangat spesifik dan sesuai denga
model indonesia. Hal ini dapat di pahami bahwa bila ditilik dari bentuknya,
komunitas Indonesia, komunitas elite, dan komunitas rakyat.
Bentuk-bentuk
pola hidup komunitas di indonesia sangat bervariasi dari berburu meramu sampai
dengan industri jasa.
Dalam
suatu kenyataan di komunitas indonesia pernah terjadi mala petaka kelaparan di
daerah Nabire Papua. Bahwa komunitas Nabire mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan
dengan keadaaan cuaca yang kemarau tanah tidak dapat mendukung pengolahan bagi
tanaman ini, kondisi ini mendorong pemerintah dan perusahaan untuk dapat
membantu komunitas tersebut. Dari gambaran ini tampak bawa tidak adanya rasa
empati bagi komunitas elite dan perusahaan dalam memahami pola hidup komunitas
lain.
Dalam
konteks yang demikian, maka di tuntut bagi perusahaan untuk dapat memahami
etika bisnis ketika berhubungan dengan stakeholder di luar perusahaannya
seperti komunitas lokal atau kelompok sosial yang berbeda pola hidup.
Seorang
teman Arif Budimanta mensitir kata–kata sukarno presiden pertama indonesia yang
menyatakan bahwa “tidak akan di serahkan pengelolaan sumber daya alam Indonesia
kepada pihak asng sebelum orang Indonesia mampu mengelolanya”, kalimat ini
terkandung suatu pesan etika bisnis yang teramat dalam bahwa sebelum bangsa
Indonesia dapat menyamai kemampuan asing, maka tidak akan mungkin wilayah
Indonesia di serahkan kepada asing (pengelolaannya).
Jati
diri bangsa perlu digali kembali untuk menetapkan sebuah etika yang berlaku
secara umum bagi komunitas Indonesia yang multikultur ini. Jati diri merupakan
suatu bentuk kata benda yang bermakna menyeluruh sebagai sebuah kekuatan
bangsa.
E.
DAMPAK TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan
dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia,
sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan
yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan
peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat
mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan
itu sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan
lebih bermakna.
Pada
dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam,
pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi
eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian
nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan
perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan
lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai
negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang
bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau
seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari
kegiatan perusahaan.
F.
MEKANISME PENGAWASAN TINGKAH LAKU
Mekanisme
dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan
dapat dilakukan berkenaan dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota
tersebut denga budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari
monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya. Monitoring dari evaluasi
terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya
harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring
yang dilakuka sifatnya berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah
laku anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan
dalam jangka panjang. Hal dari evaluas tersebut menjadi audit sosial.
Pengawasan terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk
menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari
proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang
diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan
sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan.
Oleh
karena itu, untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam
pengetahuan budaya para karyawannya dilakukan audit sosal dan sekaligus
merencanakan apa aja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menguatkan
nilai-nilai yang ada agar para karyawan sebagai anggota perusahaan tidak
memunculkan pengetahuan budaya yang dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
Berkaitan
dengan pelaksanaan audit sosial, maka sebuah perusahaan atau organisasi harus
jelas terlebih dahulu tentang beberapa aktivitas yang harus dijalankan seperti
:
- Aktivitas apa saja yang harus dilakukan sebagai sebuah orgnisasai, dalam hal ini sasaran apa yang menjadi pokok dari perusahaan yang harus dituju – internal maupun ekstrnal (sasaran)
- Bagaimana cara melakukan pencapaian dari sasaran yang dituju tersebut sebagai rangkaian suatu tindakan (rencana tindakan) yang mengacu pada suatu pola dan rencana yang sudah disusun sebelumnya.
- Bagaimana mengukur dan merekam pokok – pokok yang harus dilakukan berkaitan dengan sasaran yang dituju, dalam hal ini keluasan dari kegiatan yang dilakukan tersebut (indikator).
Ketiga
bentuk aktivitas tersebut terangkai dalam suatu arena sehingga dengan demikian
menjadi sangat sederhana untuk merancang prosedur bagi pemantuan aktivitas yang
bersangkutan, apa yang terjadi dari hari ke hari dengan memonitor kegiatan dari
hari ke hari oleh pemegang buku catatan sosial.
Sehingga
dengan demikian seorang pemeriksa sosial adalah ‘teman yang mengkritik’
(idealnya oran luar) yang secara periodik memeriksa ‘buku’ dan menanyakan
pertanyaan lebih mendalam untuk membantu ketentuan organisasi secara sistematis
pada tingakat yang efektif dalam oprasi internalnya sebaik pada dampak eksternalnya
dalam kaitannya dengan kondisi sosial budaya baik secara intern maupun ekstern
korporasi. Dalam pelaksanaan aktivitas dalam organisasi atau perusahaan dapat
dicatat walaupun pada dasarnya ide–ide tersebut bukan berasal dari visi dan
misi dari organisasi atau perusahaan.
Pelaksanaan
auditor sosial yang berpengalaman biasanya akan bekerja mengukur dan memgrahkan
berjalannya sebuah organisasi berdasarkan pada visi dan misi yang ada, pada
awalnya dia membantu dalam memberikan segala keterangan tentang berjalannya
sebuah organisasi berkaitan dengan indikator yang harus diperhatikan, sasaran
yang ingin dicapai dan kemudian juga merekam kenytaan sosial yang sedang
berjalan dan bagaimana prosedur penilaiannya.
Audit
sosial ini merupakan sistem yang ada dalam kebudayaan perusahaan yang oleh
anggota –anggotanya dipakai untuk merencanakan kegiatan organisasi yang
bersangkutan dan tentunya didasari pada kebudayaan yang berlaku di organisasi
yang bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar