Cerpen Karangan: Nurbuana
Lolos moderasi pada: 2 April 2015
Waktu itu, aku dan teman-temanku pergi ke suatu tempat yang sangat
indah, tempat yang jarang orang mengetahuinya. Tempat yang masih asri,
pinggir-pinggir jalannya dipenuhi oleh pepohonan yang besar. Sehingga
saat berjalan terasa sangat teduh dan rindang.
Sekitar setengah jam perjalanan, tiba-tiba hujan besar turun
mengguyur seluruh tubuh kami. Tidak seperti orang lainnya yang mencari
tempat untuk berteduh, tapi kami malah main hujan, saling kejar-kejaran
di tengah derasnya hujan. Saat aku berlari di kejar sama Ratna salah
satu temanku yang paling jail, tiba-tiba aku menabrak orang dari
belakang, orang yang buru-buru mencari tempat untuk berteduh. Seorang
pemuda yang berparas rupawan, seorang pemuda yang tidak asing bagiku,
seorang pemuda yang aku kagumi sedari aku masih SD. Angga, ya namanya
Angga, yang orangnya pintar, rajin ke masjid, rapi, perfect untukku.
(mmmm, gue malu ngakuinnya. Tapi inilah yang sebenarnya).
“dasar anak kecil!!!” suaranya menyentak mebuatku kaget setengah
mati. (ternyata hatinya tidak seindah rupawan wajahnya. Galak!!!).
“eh kocet. Malah bengong!!! Minta maaf kek, sujud-sujud kek, apa
kek?!!!” suaranya makin keras membentakku. Tapi aku tidak
mempedulikannya, aku berlari meninggalkannya tanpa sepatah dua patah
kata. Dia melotot, dan kelihatan sangat marah.
“dasar anak kecil!!! Udah salah, malah kabur lagi!!! Awas kalo aku
liat muka kamu lagi!!!” teriaknya kepadaku. Syukurnya saat itu sedang
hujan besar, jadi tidak ada orang yang tau kalau aku menangis gara-gara
pangeran galak itu. (iiihhh, dasar pangeran galak. Beda banget sama
wajahnya yang tampan, tampan beud (banget) malahan. Tapi hatinya
kalah-kalah raksasa yang sering aku tonton di TV. Nyebeliiin). Dalam
lamun dan tangisku, teman-temanku datang menghampiriku. Mereka tidak tau
kalau aku sedang menangis, mereka hanya menanyakan pangeran galak itu.
(lu kira gue neneknya apa?).
Disela-sela percakapan kami, tiba-tiba
“eeehhh, koceeettt… sini kamu” kata si pangeran galak sambil
menarik-narik tanganku. Aku berusaha melepas jeratannya dari tanganku,
tapi jeratannya semakin keras dan keras.
“waaahhh, si Anha. Asyik banget idupnya ditarik-tarik sama cowok
setampan itu” kata Nurma temanku. “pengeeen” kata Yanti temanku juga.
“lu kira lu doang pada mau, gue juga kali” saut si Ratna.
Pangeran galak mengabaikan kata teman-temanku yang mengagumi
ketampanannya. Aku lihat sepertinya itu sudah biasa baginya. Dia
membawaku pergi dengan cara yang sangat tidak terhormat, menyeretku
seperti ayam yang sudah dipenggal kepalanya, menarikku seperti kambing
yang takut kena air.
Seperti drama-drama yang sering aku tonton, aku menarik-narik
tanganku dan bilang “lepaskan. Lepaskan aku”. (gilaaa, gue kayak main
film rhoma irama aja yang istrinya diseret penjahat terus bilang
“lepaskan. Lepaskan aku” rhoma irama datang deh nyelametin istrinya.
Tapi gue berharap gak diselametin siapa-siapa, biar lebih lama sama si
pangeran. Hmmm, meskipun galak dan nyebelin).
Dari kejauhan aku melihat teman-temanku mengejar kami, sambil
teriak-teriak memanggilku. Ternyata baru aku sadari kalau teman-temanku
sayang sama aku. Pangeran galak berhenti dan membalikkan badannya dan
menunggu mereka datang.
Sesampainya “Nha lu fotoin kami bareng ama si tampan itu ya?”
(acriiit, gue kira mereka mau nyelametin gue, tau-taunya Cuma minta
tolong gue jadi fotograper mereka buat fotoin mereka sama pangeran
galak. Udah gue puji-puji mereka. Dasar)
“hey, ayo Nha. Malah bengong lu” kata si Ratna. (wani piro lu pada?),
sambil kesel aku fotoin mereka dengan asal-asalan tanpa aku perhatikan
hasilnya bagus atau tidak, entah itu yang kena muka atau kakinya ataupun
apalah itu. Selesai fotoin mereka, aku kasih mereka kameranya dan aku
baru ingat kalau aku sedang ada dalam tawanan si pangeran galak, lalu
aku berlari meninggalkan mereka, niat di hati untuk kabur dari si
pangeran galak. Kemudian pangeran galak mengejarku, aku berlari dan
terus berlari di tengah derasnya hujan. Sesekali aku menoleh ke
belakang, dia masih tetap mengejarku. (asyiiikkk, kejar kejaran sama
pangeran ganteng tapi galak di tengah derasnya hujan. Sumpah ya, ini
kayak film india tum hi ho aja)
Setelah berlari jauh aku menoleh ke belakang lagi, bayangan yang
mengejar-ngejarku sudah tidak ada. Aku mengelus dada dan membaringkan
badanku di atas tanah sambil menutup mata.
“kamu capek cet?”
“haaaaahhh!!!” teriakku terkejut. Si pangeran galak sudah berbaring di
sampingku, sambil menutup matanya pula dan menggenggam erat tanganku.
Aku menarik-narik tanganku, tapi genggamannya semakin erat. Jantungku
tidak bersahabat saat itu, berdebar kencang.
“apaan siiih?!!! Lepasin gak? Kalo gak akuuu…”
“aku apa? Mau teriak? Teriak aja, gak ada orang yang bakalan denger” katanya memotong pembicaraanku.
“aku akan lepasin kamu dengan satu syarat” katanya lagi.
Aku hanya menatapnya, berharap dia melanjutkan pembicaraannya,
memberitahuku syarat apa yang dia inginkan. Kemudian dia membuka
matanya, membalas tatapanku. (gilaaa, tatapannya bikin gue salting.
Tatapannya beda banget kali ini. PD kedik)
“kamu harus jadi kekasihku”
“apaaa? Gila. Gila. Tidak. Tidak. Lu kira gue kayak cewek yang lain yang
inginkan lu. Haaahh? Ogah gue” saut dengan berat hati, yang sebenaranya
sih mau, tapi jual mahal lah.
“ya udah kalo gak mau” jawabnya dengan santai. (resek, gueh gak dipaksa lagi. Nyesel gue bilang gak tadi). “ya udah” jawabku.
“lepasin dong ni tanganku” kataku.
“enak aja. Syaratnya tidak kamu penuhi cet, gimana bisa aku lepasin. Ya
kamu harus terima kalo aku gak bakalan lepasin genggaman tanganku”
jawabnya. (asyiiik. Ada harapan ni).
“hmmmmm…” aku menghela nafas.
“hmmm apa? Udah deh kamu ndak usah jual mahal, aku tau kamu suka sama aku dari dulu kan? Aku punya bukti” katanya lagi.
Aku hanya diam, takut buktinya itu akan membuatku sangat malu. Aku
bertanya-tanya dalam hati bukti apa yang dia miliki, karena selama ini
aku hanya mengaguminya melalui tatapan aja tidak ada hal lain seperti
aku menyimpan fotonya atau… (astaga, gue baru ingat kalo dulu pas gue
masih kelas 3 SD gue nulis Angga + Anha di lembaran. Tapi gara gara gue
kesel ngeliat dia jalan sama seorang cewek seusia dia yang saat itu dia
kelas 1 SMP, jadi gueh buang deh lembaran itu di belakang dia berdiri
sama tu cewek. Jangan-jangaaan…)
“nih” dia menyodorkan sebuah lembaran berbentuk love yang bersih,
rapi, dan dihiasi oleh pita biru. (gilaaa, apaan nih? Hadiah?). aku
mebukanya dengan perlahan. Buset dah, ternyata apa yang ada dalam
fikiranku kini nyata di hadapanku. Aku menutup muka dengan tanganku,
ingin rasanya aku menangis karena merasa sangat malu.
Genggaman tangannya masih belum dia lepaskan. Dia membuka tutupan
wajahku, dia menatapku terasa dengan tatapan yang penuh dengan cinta,
terlihat dari binar bening bola matanya.
“seharusnya dulu kamu nanya dulu siapa wanita itu, baru kamu buang
lembaran ini kalo kamu dah tau jawabannya. Tapi aku yakin kalo kamu tau
wanita itu keponakanku kamu gak akan membuang lembaran ini” katanya yang
sedikit menenangkanku. (disamber petir kali ni orang, kok tiba-tiba
jadi baik gini. Tadi aja galak banget)
“kamu tau? Aku memperhatikan kamu sejak kamu masih TK…”
“haaahhh?” kataku terkejut.
“biasa aja kali, gak usah lebay” jawabnya.
Dia semakin meyakinkanku bahwa dia mengagumiku sejak aku masih TK.
(abooo, anak-anak banget seleranya). Dia lagi dan lagi memintaku untuk
menjadi kekasihnya. Karena aku juga suka sama dia, jadi… aku mau deehhh
“heeeh… malah melamun lagi ni anak kecil” suaranya mengejutkanku.
“haaahhh” kataku terkejut. (apeeesss, ternyata tadi gue cuman ngayal doang to. Huuuhhh. www . ngarep . com nih gueh
“hah heh. Hah heh aja lu dari tadi. Ayo minta maaf lu. Udah salah mau
coba-coba kabur lagi” kata si pangeran galak yang baru aja gue
khayahlin.
“ya udah deh ya, gue minta maaf” kataku. Ngayalku terlalu jauh. Lalu
aku berlalu dari si pangeran galak itu. Aku dan teman-temanku pulang
deh, pulang dengan hati yang hampa, tidak mendapatkan apa-apa. Hanya
mendapatkan bayangan pangeran doang.
Cerpen Karangan: Nurbuana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar